Tentang sopi dan adat di MBD
Sesuatu sejarah dari Pulau
Marsela
Lyolya
Di satu kampung ada satu omtua
dengan dia punya isteri, dengan dia punya anak laki-laki. Dan juga ada satu ibu
dan satu bapak dengan anak perempuan.
Jadi diantara dua orang ini yang
punya anak laki-laki dengan anak perempuan ini maka yang laki-laki ini adalah
orang miskin. Sedang yang punya anak perempuan ini adalah dia punya ada-ada.
Semasa mereka kecil sampai sudah
cukup besar lalu anak laki-laki ini dia bilang sama dia punya orang tua-tua:
‘Saya sekarang sudah cukup besar jadi sekarang saya mau minta dari bapak dan
ibu supaya bisa cari perempuan satu sama saya.’
Kebetulan didalam kampung yang
mereka berdiam ini sebagai tadi dikatakan bahwa ada bapak satu dengan ibu yang
punya anak perempuan ini, maka anak laki-laki ini dia punya tujuan supaya hanya
minta perempuan sebiji ini untuk dia. Lalu, kasihan dia [laki-laki ini] punya
orang tua-tua bilang: ‘Ya, memang kita kasihan, tetapi kalau kita mau anak minta
supaya kita minta anak dari anak perempuan yang ada punya barang ini, memang
kami juga segang-segang begitu.’ Tapi anak [laki-laki] ini, karena dia punya
mau saja, maka terpaksa orang tuanya ikut dia punya kemauan, lalu mereka pergi.
Orang tuanya miskin bagaimana, tetapi dorang persiapkan apa yang mereka bawa
untuk pergi tanya ini anak perempuan.
Lalu sementara orang tuanya pergi
untuk lihat ini orang tua daripada perempuan ini, maka perempuan ini punya
orang-orang ibu bapak bilang: ‘Ya, kasihan, memang kami tidak tuntut emas dan
perak, tapi yang kami mau saja ialah itu lyolya.’
Lalu mereka pikir, ya memang bagi
kami tidak ada punya lyolya. Kami tahu saja bahwa adat yang ada di
mereka bawa itu mas atau uang dan perak, atau basta. Tapi lyolya ini
mereka pikir itu sulit sekali.
Lalu dua kali mereka pergi -----
juga sama saja. Kasihan, pergi tapi sampai di rumah [mereka] kasih tahu mereka
punya anak: ‘Kasihan, kami sudah pergi. Kami sudah ikut anak punya kemauan ini
untuk pergi sudah dua kali. Tapi kasihan dorang tidak mau apa yang kita bawa.
Hanya dorang minta saja itu lyolya.’ Lalu anak ini dia bilang sama dia
punya orang tua-tua: ‘Ya, lebih baik kita sekarang keluar kampung, ke lain
kampung, lain pulau untuk cari lyolya. Supaya, kalau saya dapat lyolya,
berarti saya mesti kawin dengan anak perempuan ini, kalau tidak berarti tidak
bisa.’ Sekarang dia keluar. Dia cari jalan untuk ini lyolya, di pulau
lain.
Lalu dia sampai di tempat satu dia
tanya. Dia mau beli lyolya.
Tapi orang bilang: ‘Ah, ya, orang tidak jual lyolya. Hanya orang jual
mungkin barang yang perlu sekali, sebagai makanan, pakaian dan lain-lain, tapi
untuk lyolya itu kami tidak jual. Dia keluar, dia pergi ke satu kampung,
lain pulau ----- sama saja. Berapa tahun di tanah orang dia minta mau beli lyolya,
tapi tidak ada di tanah orang ini, orang tidak bisa jual lyolya sama
dia.
Lalu terpaksa dia pulang saja di
kampung. Dia pulang di dia punya kampung, baku dapat dengan orang tuanya, dia
bilang: ‘Sekarang saya keluar sudah berapa tahun, untuk mau beli lyolya,
tapi orang tidak jual ini lyolya.’
Dia pergi jalan di gunung dan baku
dapat dengan bapak satu. Dia [bapak ini] bilang: ‘Bagaimana dengan cucu tempat
ini kebiasaan orang berjalan jauh bagaimanapun tidak sampai, tapi bagaimana
cucu tahu disini, jadi bisa sampai disini?’ Dia bilang: ‘Kasihan, hanya beta
berjalan ini, tapi beta juga tidak tahu memang tetek ada disini.’ Tetek bilang:
‘Cucu, untuk apa berjalan jauh sampai disini?’ Dia bilang: ‘Beta mau cerita
beta punya tujuan untuk lempahkan tetek disini. Beta sudah cukup dewasa jadi
saya mau kawin. Tapi, kasihan, beta ingin sekali kawin dengan anak perempuan
satu. Orang tua saya sudah pergi tanya, tapi mereka bilang mereka punya emas
dan perak dan lain-lain sudah cukup, hanya mereka bilang mereka perlu lyolya.
Jadi beta sudah berlayar jauh dari kampung. Berapa tahun di tanah orang cari lyolya,
tapi tidak dapat. Jadi terpaksa beta kembali, lalu beta mau berjalan di gunung
saja, saya mau cari lyolya.’
Kasihan, tetek bilang sama dia:
‘Kalau begitu, jangan susah, tapi biarlah tahan sementara, masuk di rumah,
supaya bikin makan untuk kita sama-sama makan. Tapi untuk itu cucu punya perlu
itu, gampang saja. Tetek kira barang lain, tapi untuk lyolya itu, memang
gampang sekali. Lalu mereka pergi makan sama-sama, sampai satu dua malam, lalu
dia [tetek] bilang sama anak laki-laki: ‘Begini. Sekarang, selama berapa hari
tinggal sama-sama dengan tetek di rumah, jadi sekarang mau pulang, tapi yang
menyebabkan cucu jalan-jalan sampai disini sekarang tetek sudah bisa kasih tahu
sama cucu, lalu pulang. Apa yang tetek kasih tahu, kalau ikut, berarti anak
perempuan ini cucu bisa kawin. Tapi kalau tidak ikut, berarti tidak bisa
kawin.’ Dia sudah janji anak laki-laki pulang dan kasih tahu itu mama dengan
bapak: ‘Jangan bawa itu barang lain untuk minta anak perempuan, tapi siapkan
itu sirih, pinang, tembakau, dengan sopi. Kalau bawa barang itu pergi, tahu
saja dorang bisa kasih tahu baik untuk cucu kawin.’
Dia [laki-laki ini] dengar itu
pesan dari tetek ini, lalu dia minta terima kasih untuk dia punya tetek ini.
Lalu dia bilang: ‘Kalau begitu, tetek sudah kasih tahu itu, biarlah beta pergi
sudah.’
Dia pulang. Lalu dia kasih tahu dia punya orang tua. Dia punya orang tua
ini persiapkan itu berapa bahan itu: sirih, pinang, tembakau, sopi. Lalu satu
waktu mereka bawa pergi ke perempuan ini. Sampai di perempuan ini dia punya
orang tua-tua dia bilang: ‘Mengapa sampai sudah kembali lagi?’
Mereka bilang: ‘Ya, sekarang punya
janjian dari pemintaan dari mama dan bapak. Jadi sekarang kami bawa datang. Dia
[perempuan ini] bilang: ‘Apa yang bawa?’ Mereka ambil barang ini, dorang
tunggu.
Dorang tunggu, lalu, kasihan,
perempuan ini dia punya orang tua-tua bilang: ‘Ya, memang mas, basta, dan
lain-lain itu kami tidak perlu. Tapi barang ini yang kami perlu, yang disebut lyolya.
Jadi, biarlah orang kaya, bagaimanapun, tapi kalau barang ini tidak ada dimuka,
berarti tidak baik. Jadi ini yang perlu sekali. Kalau orang kasih suara, masuk
rumah, memang suara ini penting sekali untuk pertama-pertama masuk rumah. Tapi
masuk rumah, bukan serta masuk terus bilang: ‘Makan.’ Tapi, mau tidak mau mesti
kalau perempuan makan sirih dulu, laki-laki isap rokok dulu. Habis itu mesti siram sopi dulu, baru soal
makan itu dibelakang. Jadi itu yang
disebut lyolya. Kalau manusia punya bahan ini ada untuk persiapan di
rumah berarti orang yang ada punya lyolya. Tapi lyolya ini yang
penting sekali.’ Jadi orang tua daripada anak perempuan ini bilang: ‘Memang
sekarang kita mau berbicara banyak, bagimana? Tapi ini yang kami perlu, jadi
biarlah satu waktu kita sama-sama berunding supaya kasih kawin kita punya anak
laki-laki dengan perempuan ini. Asal benar-benar lyolya yang kami minta
itu, kalau boleh kita punya anak laki-laki ini mengikuti supaya bisa baik untuk
sebelah-menyebelah.’
Geen opmerkingen:
Een reactie posten