dinsdag 16 juli 2019

Tentang sopi dan adat


Tentang sopi dan adat di MBD
Sesuatu sejarah dari Pulau Marsela
Lyolya
Di satu kampung ada satu omtua dengan dia punya isteri, dengan dia punya anak laki-laki. Dan juga ada satu ibu dan satu bapak dengan anak perempuan.
Jadi diantara dua orang ini yang punya anak laki-laki dengan anak perempuan ini maka yang laki-laki ini adalah orang miskin. Sedang yang punya anak perempuan ini adalah dia punya ada-ada.
Semasa mereka kecil sampai sudah cukup besar lalu anak laki-laki ini dia bilang sama dia punya orang tua-tua: ‘Saya sekarang sudah cukup besar jadi sekarang saya mau minta dari bapak dan ibu supaya bisa cari perempuan satu sama saya.’
Kebetulan didalam kampung yang mereka berdiam ini sebagai tadi dikatakan bahwa ada bapak satu dengan ibu yang punya anak perempuan ini, maka anak laki-laki ini dia punya tujuan supaya hanya minta perempuan sebiji ini untuk dia. Lalu, kasihan dia [laki-laki ini] punya orang tua-tua bilang: ‘Ya, memang kita kasihan, tetapi kalau kita mau anak minta supaya kita minta anak dari anak perempuan yang ada punya barang ini, memang kami juga segang-segang begitu.’ Tapi anak [laki-laki] ini, karena dia punya mau saja, maka terpaksa orang tuanya ikut dia punya kemauan, lalu mereka pergi. Orang tuanya miskin bagaimana, tetapi dorang persiapkan apa yang mereka bawa untuk pergi tanya ini anak perempuan.
Lalu sementara orang tuanya pergi untuk lihat ini orang tua daripada perempuan ini, maka perempuan ini punya orang-orang ibu bapak bilang: ‘Ya, kasihan, memang kami tidak tuntut emas dan perak, tapi yang kami mau saja ialah itu lyolya.’
Lalu mereka pikir, ya memang bagi kami tidak ada punya lyolya. Kami tahu saja bahwa adat yang ada di mereka bawa itu mas atau uang dan perak, atau basta. Tapi lyolya ini mereka pikir itu sulit sekali.
Lalu dua kali mereka pergi ----- juga sama saja. Kasihan, pergi tapi sampai di rumah [mereka] kasih tahu mereka punya anak: ‘Kasihan, kami sudah pergi. Kami sudah ikut anak punya kemauan ini untuk pergi sudah dua kali. Tapi kasihan dorang tidak mau apa yang kita bawa. Hanya dorang minta saja itu lyolya.’ Lalu anak ini dia bilang sama dia punya orang tua-tua: ‘Ya, lebih baik kita sekarang keluar kampung, ke lain kampung, lain pulau untuk cari lyolya. Supaya, kalau saya dapat lyolya, berarti saya mesti kawin dengan anak perempuan ini, kalau tidak berarti tidak bisa.’ Sekarang dia keluar. Dia cari jalan untuk ini lyolya, di pulau lain.
Lalu dia sampai di tempat satu dia tanya. Dia mau beli lyolya. Tapi orang bilang: ‘Ah, ya, orang tidak jual lyolya. Hanya orang jual mungkin barang yang perlu sekali, sebagai makanan, pakaian dan lain-lain, tapi untuk lyolya itu kami tidak jual. Dia keluar, dia pergi ke satu kampung, lain pulau ----- sama saja. Berapa tahun di tanah orang dia minta mau beli lyolya, tapi tidak ada di tanah orang ini, orang tidak bisa jual lyolya sama dia.
Lalu terpaksa dia pulang saja di kampung. Dia pulang di dia punya kampung, baku dapat dengan orang tuanya, dia bilang: ‘Sekarang saya keluar sudah berapa tahun, untuk mau beli lyolya, tapi orang tidak jual ini lyolya.’
Dia pergi jalan di gunung dan baku dapat dengan bapak satu. Dia [bapak ini] bilang: ‘Bagaimana dengan cucu tempat ini kebiasaan orang berjalan jauh bagaimanapun tidak sampai, tapi bagaimana cucu tahu disini, jadi bisa sampai disini?’ Dia bilang: ‘Kasihan, hanya beta berjalan ini, tapi beta juga tidak tahu memang tetek ada disini.’ Tetek bilang: ‘Cucu, untuk apa berjalan jauh sampai disini?’ Dia bilang: ‘Beta mau cerita beta punya tujuan untuk lempahkan tetek disini. Beta sudah cukup dewasa jadi saya mau kawin. Tapi, kasihan, beta ingin sekali kawin dengan anak perempuan satu. Orang tua saya sudah pergi tanya, tapi mereka bilang mereka punya emas dan perak dan lain-lain sudah cukup, hanya mereka bilang mereka perlu lyolya. Jadi beta sudah berlayar jauh dari kampung. Berapa tahun di tanah orang cari lyolya, tapi tidak dapat. Jadi terpaksa beta kembali, lalu beta mau berjalan di gunung saja, saya mau cari lyolya.’
Kasihan, tetek bilang sama dia: ‘Kalau begitu, jangan susah, tapi biarlah tahan sementara, masuk di rumah, supaya bikin makan untuk kita sama-sama makan. Tapi untuk itu cucu punya perlu itu, gampang saja. Tetek kira barang lain, tapi untuk lyolya itu, memang gampang sekali. Lalu mereka pergi makan sama-sama, sampai satu dua malam, lalu dia [tetek] bilang sama anak laki-laki: ‘Begini. Sekarang, selama berapa hari tinggal sama-sama dengan tetek di rumah, jadi sekarang mau pulang, tapi yang menyebabkan cucu jalan-jalan sampai disini sekarang tetek sudah bisa kasih tahu sama cucu, lalu pulang. Apa yang tetek kasih tahu, kalau ikut, berarti anak perempuan ini cucu bisa kawin. Tapi kalau tidak ikut, berarti tidak bisa kawin.’ Dia sudah janji anak laki-laki pulang dan kasih tahu itu mama dengan bapak: ‘Jangan bawa itu barang lain untuk minta anak perempuan, tapi siapkan itu sirih, pinang, tembakau, dengan sopi. Kalau bawa barang itu pergi, tahu saja dorang bisa kasih tahu baik untuk cucu kawin.’
Dia [laki-laki ini] dengar itu pesan dari tetek ini, lalu dia minta terima kasih untuk dia punya tetek ini. Lalu dia bilang: ‘Kalau begitu, tetek sudah kasih tahu itu, biarlah beta pergi sudah.’
Dia pulang. Lalu dia kasih tahu dia punya orang tua. Dia punya orang tua ini persiapkan itu berapa bahan itu: sirih, pinang, tembakau, sopi. Lalu satu waktu mereka bawa pergi ke perempuan ini. Sampai di perempuan ini dia punya orang tua-tua dia bilang: ‘Mengapa sampai sudah kembali lagi?’
Mereka bilang: ‘Ya, sekarang punya janjian dari pemintaan dari mama dan bapak. Jadi sekarang kami bawa datang. Dia [perempuan ini] bilang: ‘Apa yang bawa?’ Mereka ambil barang ini, dorang tunggu.
Dorang tunggu, lalu, kasihan, perempuan ini dia punya orang tua-tua bilang: ‘Ya, memang mas, basta, dan lain-lain itu kami tidak perlu. Tapi barang ini yang kami perlu, yang disebut lyolya. Jadi, biarlah orang kaya, bagaimanapun, tapi kalau barang ini tidak ada dimuka, berarti tidak baik. Jadi ini yang perlu sekali. Kalau orang kasih suara, masuk rumah, memang suara ini penting sekali untuk pertama-pertama masuk rumah. Tapi masuk rumah, bukan serta masuk terus bilang: ‘Makan.’ Tapi, mau tidak mau mesti kalau perempuan makan sirih dulu, laki-laki isap rokok dulu. Habis itu mesti siram sopi dulu, baru soal makan itu dibelakang. Jadi itu yang disebut lyolya. Kalau manusia punya bahan ini ada untuk persiapan di rumah berarti orang yang ada punya lyolya. Tapi lyolya ini yang penting sekali.’ Jadi orang tua daripada anak perempuan ini bilang: ‘Memang sekarang kita mau berbicara banyak, bagimana? Tapi ini yang kami perlu, jadi biarlah satu waktu kita sama-sama berunding supaya kasih kawin kita punya anak laki-laki dengan perempuan ini. Asal benar-benar lyolya yang kami minta itu, kalau boleh kita punya anak laki-laki ini mengikuti supaya bisa baik untuk sebelah-menyebelah.’